Biogas Dari Sampah Organik


 Penulis : Novi Adriani
Sampah busuk itu ya dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple: menghasilkan energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, menjadikan lingkungan bersih bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk menyuburkan tanah. Daripada setiap tahun mengeluh karena kenaikan harga BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai sekarang biogas digalakkan dalam skala industri. Kenapa tidak? Dengan begitu, sedikit demi sedikit – pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis persediaannya bisa dikurangi. Biogas itu apa? Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan dari sumber daya hayati (biologi). Bukan sembarang sumber hayati, karena biogas ini bisa dihasilkan dari fermentasi sampah dan limbah organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita. Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Teknologi untuk menghasilkannya pun sederhana, melalui proses fermentasi. Ih malas deh, berurusan dengan sampah. Apalagi sampah organik yang berbau busuk itu. Langsung bikin illfeel. Begitu ya?..... Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat kita tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan limbah organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan efek samping sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing mengelolanya. Jadi, apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan menafikan sampah?...... jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik, menjadi peluang bagi bangsa kita untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengapa harus jijik pada sampah?....... Kita mungkin berpendidikan tinggi. Pikiran kita dan perkembangan ilmu serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana mengadopsi alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari Sabang sampai Merauke menjadi sumber energi baru. Itu bagus, bahkan sangat bagus. Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana. Namun, pemikiran yang rumit itu kadang membuat kita lupa bahwa dengan teknologi sederhana, kita sudah bisa mulai bertindak. Menciptakan sumber energi baru alternatif itu bisa dilakukan sekarang. Tanpa menunggu. Tanpa butuh donor asing dan studi banding ke negara maju atau pilot project. Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada. Hanya butuh kemauan berjibaku dengan sampah, jadilah. Ditambah modal kerja dan pengetahuan teknis tentang teknologinya, jalanlah. Teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi biogas itu bernama : Fermentasi. Para biolog telah lama menggunakan reaksi fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan dan minuman. Jika yang difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan adalah vinegar, jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang dihasilkan adalah tape. Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur berkualitas tinggi. Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi? Hasilnya adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan sedikit gas lainnya (H2, N2, O­2, dan H2S). Jika hasil fermentasi buah dan singkong/ketan hitam berbau harum, maka hasil fermentasi sampah organik menyertakan bau tak sedap serupa bau ketika buang angin. Hal itu karena fermentasi sampah organik oleh bakteri anaerob/bakteri pembangkit metan menyisakan gas H2S. Namun, jangan bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. Fermentasi sampah organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan berdasarkan tekanannya. Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap udara (seperti tabung gas elpiji) untuk bahan bakar adalah gas metan. Ini serupa dengan gas elpiji yang kita gunakan dari gas alam. Bedanya, gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C (karbon), sedangkan metan hanya memiliki satu atom C. Bagaimana Menghasilkan Biogas? Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah organik perumahan. Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan sampah anorganik. Sampah atau limbah organik untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah terkumpul di satu tempat. Sampah organik dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan. Proses fermentasi berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material fiberglass dalam waktu tertentu. Biogas yang dihasilkan dialirkan ke tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya. Proses dapat dilakukan terus menerus. Misalnya proses awal berlangsung selama 5 hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali. Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung penampung kedap udara (tanpa Oksigen). Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik, dapat mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui fermentasi. Biogas yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu kemudian dapat disalurkan sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin industri di perusahaan bersangkutan. Selain dapat menekan biaya produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan bensin atau listrik, masalah limbah organik industri jadi teratasi. Hasil samping berupa pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa menghasilkan pundi-pundi uang bagi perusahaan. Investasi untuk membuat penampungan sampah organik, digester fiberglass, inokulum bakteri anaerob, dan pengadaan tabung kedap udara serta pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih rendah daripada benefit yang dihasilkan untuk jangka panjang. Benefit energi terbarukan sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil samping itu tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal. Benefitnya tangible dan intangible. Lengkap. Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau gabungan dari kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan sampah rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari skala rumah tangga. Sampah organik dapat dikumpulkan di titik pengolahan dan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi bagi generator genset jika terjadi padam listrik. Tak perlu lagi solar untuk mesin diesel. Atau, jika ingin komersial, gas hasil dapat dipasok ke pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM yang sedang berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang yang dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti outbond, donasi ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk mengembangkan pengelolaan biogas menjadi lebih besar lagi. Mungkin kedengarannya mimpi. Tapi firasat saya, ini mimpi yang mungkin untuk diwujudkan. Senarai dengan Go Green Mimpi di atas senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, kembali ke alam. Gerakan Go Green untuk menggunakan produk organik, mengurangi sampah dan berhemat energi, sejalan dengan impian bisa mengolah sampah organik menjadi biogas dalam skala yang lebih luas. Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak. Siapa yang bisa menjadi penggerak?..... Kita semua. Anda pernah merasa gondok dan sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji? Pernah kesal dengan dampak naiknya harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga bahan kebutuhan primer dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan? Pernah merasa kuatir dengan warisan terburuk bagi anak cucu yaitu penipisan sumber daya energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka ya kita semua harus bergerak. Mungkin, saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya yang bisa saya lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan menuangkannya. Anda dan yang lainnya, yang lebih muda lebih optimistis atau yang lebih tinggi pendidikannya, atau yang lebih luas pengalamannya di bidang energi, nah...ayo bergerak. Bergerak untuk energi masa depan. Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita tidak mulai dengan apapun. Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang kita tanam sekarang. Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang kita upayakan mulai dari sekarang. Ada Hambatan? Mulai Sekarang Pasti ada. Jangan bilang pemerintah tidak mendukung. Jangan bilang orang-orang sulit digerakkan. Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar ada hambatan, mulailah. Mulai sekarang. Orang-orang pintar di negeri ini sudah terlalu banyak. Tapi orang-orang yang betul-betul peduli mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang pintar. Tak perlu jadi pintar untuk peduli. Satu kepedulian dapat ditularkan. Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah organik dan non organik dan mengajari anak-anaknya. Bagi anda yang menjabat Ketua RT, RW, atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai pendekatan dengan Pemda setempat. Ajak brainstorming soal pegelolaan sampah menjadi biogas. Bagi Anda yang suka mengadakan seminar dan workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke masyarakat awam maupun akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas dalam skala industri. Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang paling sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan. Kotoran ternak difermentasi menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di peternakan, lalu hasil samping pupuk organiknya dapat dijual atau digunakan sendiri, karena para peternak biasanya juga menanam hasil bumi. Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan? Yuk peduli. Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk meratapi dan mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja. Biarpun berpeluang mati api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa berharap ada banyak telapak tangan yang bakal melingkupi nyala api lilin sehingga tetap menyala tak tertiup angin.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570


Sampah busuk itu ya dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple: menghasilkan energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, menjadikan lingkungan bersih bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk menyuburkan tanah. Daripada setiap tahun mengeluh karena kenaikan harga BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai sekarang biogas digalakkan dalam skala industri. Kenapa tidak? Dengan begitu, sedikit demi sedikit – pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis persediaannya bisa dikurangi. Biogas itu apa? Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan dari sumber daya hayati (biologi). Bukan sembarang sumber hayati, karena biogas ini bisa dihasilkan dari fermentasi sampah dan limbah organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita. Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Teknologi untuk menghasilkannya pun sederhana, melalui proses fermentasi. Ih malas deh, berurusan dengan sampah. Apalagi sampah organik yang berbau busuk itu. Langsung bikin illfeel. Begitu ya?..... Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat kita tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan limbah organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan efek samping sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing mengelolanya. Jadi, apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan menafikan sampah?...... jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik, menjadi peluang bagi bangsa kita untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengapa harus jijik pada sampah?....... Kita mungkin berpendidikan tinggi. Pikiran kita dan perkembangan ilmu serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana mengadopsi alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari Sabang sampai Merauke menjadi sumber energi baru. Itu bagus, bahkan sangat bagus. Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana. Namun, pemikiran yang rumit itu kadang membuat kita lupa bahwa dengan teknologi sederhana, kita sudah bisa mulai bertindak. Menciptakan sumber energi baru alternatif itu bisa dilakukan sekarang. Tanpa menunggu. Tanpa butuh donor asing dan studi banding ke negara maju atau pilot project. Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada. Hanya butuh kemauan berjibaku dengan sampah, jadilah. Ditambah modal kerja dan pengetahuan teknis tentang teknologinya, jalanlah. Teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi biogas itu bernama : Fermentasi. Para biolog telah lama menggunakan reaksi fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan dan minuman. Jika yang difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan adalah vinegar, jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang dihasilkan adalah tape. Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur berkualitas tinggi. Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi? Hasilnya adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan sedikit gas lainnya (H2, N2, O­2, dan H2S). Jika hasil fermentasi buah dan singkong/ketan hitam berbau harum, maka hasil fermentasi sampah organik menyertakan bau tak sedap serupa bau ketika buang angin. Hal itu karena fermentasi sampah organik oleh bakteri anaerob/bakteri pembangkit metan menyisakan gas H2S. Namun, jangan bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. Fermentasi sampah organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan berdasarkan tekanannya. Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap udara (seperti tabung gas elpiji) untuk bahan bakar adalah gas metan. Ini serupa dengan gas elpiji yang kita gunakan dari gas alam. Bedanya, gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C (karbon), sedangkan metan hanya memiliki satu atom C. Bagaimana Menghasilkan Biogas? Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah organik perumahan. Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan sampah anorganik. Sampah atau limbah organik untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah terkumpul di satu tempat. Sampah organik dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan. Proses fermentasi berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material fiberglass dalam waktu tertentu. Biogas yang dihasilkan dialirkan ke tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya. Proses dapat dilakukan terus menerus. Misalnya proses awal berlangsung selama 5 hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali. Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung penampung kedap udara (tanpa Oksigen). Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik, dapat mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui fermentasi. Biogas yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu kemudian dapat disalurkan sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin industri di perusahaan bersangkutan. Selain dapat menekan biaya produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan bensin atau listrik, masalah limbah organik industri jadi teratasi. Hasil samping berupa pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa menghasilkan pundi-pundi uang bagi perusahaan. Investasi untuk membuat penampungan sampah organik, digester fiberglass, inokulum bakteri anaerob, dan pengadaan tabung kedap udara serta pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih rendah daripada benefit yang dihasilkan untuk jangka panjang. Benefit energi terbarukan sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil samping itu tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal. Benefitnya tangible dan intangible. Lengkap. Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau gabungan dari kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan sampah rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari skala rumah tangga. Sampah organik dapat dikumpulkan di titik pengolahan dan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi bagi generator genset jika terjadi padam listrik. Tak perlu lagi solar untuk mesin diesel. Atau, jika ingin komersial, gas hasil dapat dipasok ke pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM yang sedang berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang yang dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti outbond, donasi ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk mengembangkan pengelolaan biogas menjadi lebih besar lagi. Mungkin kedengarannya mimpi. Tapi firasat saya, ini mimpi yang mungkin untuk diwujudkan. Senarai dengan Go Green Mimpi di atas senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, kembali ke alam. Gerakan Go Green untuk menggunakan produk organik, mengurangi sampah dan berhemat energi, sejalan dengan impian bisa mengolah sampah organik menjadi biogas dalam skala yang lebih luas. Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak. Siapa yang bisa menjadi penggerak?..... Kita semua. Anda pernah merasa gondok dan sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji? Pernah kesal dengan dampak naiknya harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga bahan kebutuhan primer dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan? Pernah merasa kuatir dengan warisan terburuk bagi anak cucu yaitu penipisan sumber daya energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka ya kita semua harus bergerak. Mungkin, saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya yang bisa saya lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan menuangkannya. Anda dan yang lainnya, yang lebih muda lebih optimistis atau yang lebih tinggi pendidikannya, atau yang lebih luas pengalamannya di bidang energi, nah...ayo bergerak. Bergerak untuk energi masa depan. Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita tidak mulai dengan apapun. Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang kita tanam sekarang. Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang kita upayakan mulai dari sekarang. Ada Hambatan? Mulai Sekarang Pasti ada. Jangan bilang pemerintah tidak mendukung. Jangan bilang orang-orang sulit digerakkan. Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar ada hambatan, mulailah. Mulai sekarang. Orang-orang pintar di negeri ini sudah terlalu banyak. Tapi orang-orang yang betul-betul peduli mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang pintar. Tak perlu jadi pintar untuk peduli. Satu kepedulian dapat ditularkan. Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah organik dan non organik dan mengajari anak-anaknya. Bagi anda yang menjabat Ketua RT, RW, atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai pendekatan dengan Pemda setempat. Ajak brainstorming soal pegelolaan sampah menjadi biogas. Bagi Anda yang suka mengadakan seminar dan workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke masyarakat awam maupun akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas dalam skala industri. Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang paling sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan. Kotoran ternak difermentasi menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di peternakan, lalu hasil samping pupuk organiknya dapat dijual atau digunakan sendiri, karena para peternak biasanya juga menanam hasil bumi. Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan? Yuk peduli. Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk meratapi dan mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja. Biarpun berpeluang mati api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa berharap ada banyak telapak tangan yang bakal melingkupi nyala api lilin sehingga tetap menyala tak tertiup angin.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Sampah busuk itu ya dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple: menghasilkan energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, menjadikan lingkungan bersih bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk menyuburkan tanah. Daripada setiap tahun mengeluh karena kenaikan harga BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai sekarang biogas digalakkan dalam skala industri. Kenapa tidak? Dengan begitu, sedikit demi sedikit – pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis persediaannya bisa dikurangi. Biogas itu apa? Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan dari sumber daya hayati (biologi). Bukan sembarang sumber hayati, karena biogas ini bisa dihasilkan dari fermentasi sampah dan limbah organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita. Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Teknologi untuk menghasilkannya pun sederhana, melalui proses fermentasi. Ih malas deh, berurusan dengan sampah. Apalagi sampah organik yang berbau busuk itu. Langsung bikin illfeel. Begitu ya?..... Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat kita tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan limbah organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan efek samping sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing mengelolanya. Jadi, apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan menafikan sampah?...... jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik, menjadi peluang bagi bangsa kita untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengapa harus jijik pada sampah?....... Kita mungkin berpendidikan tinggi. Pikiran kita dan perkembangan ilmu serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana mengadopsi alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari Sabang sampai Merauke menjadi sumber energi baru. Itu bagus, bahkan sangat bagus. Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana. Namun, pemikiran yang rumit itu kadang membuat kita lupa bahwa dengan teknologi sederhana, kita sudah bisa mulai bertindak. Menciptakan sumber energi baru alternatif itu bisa dilakukan sekarang. Tanpa menunggu. Tanpa butuh donor asing dan studi banding ke negara maju atau pilot project. Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada. Hanya butuh kemauan berjibaku dengan sampah, jadilah. Ditambah modal kerja dan pengetahuan teknis tentang teknologinya, jalanlah. Teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi biogas itu bernama : Fermentasi. Para biolog telah lama menggunakan reaksi fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan dan minuman. Jika yang difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan adalah vinegar, jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang dihasilkan adalah tape. Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur berkualitas tinggi. Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi? Hasilnya adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan sedikit gas lainnya (H2, N2, O­2, dan H2S). Jika hasil fermentasi buah dan singkong/ketan hitam berbau harum, maka hasil fermentasi sampah organik menyertakan bau tak sedap serupa bau ketika buang angin. Hal itu karena fermentasi sampah organik oleh bakteri anaerob/bakteri pembangkit metan menyisakan gas H2S. Namun, jangan bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. Fermentasi sampah organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan berdasarkan tekanannya. Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap udara (seperti tabung gas elpiji) untuk bahan bakar adalah gas metan. Ini serupa dengan gas elpiji yang kita gunakan dari gas alam. Bedanya, gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C (karbon), sedangkan metan hanya memiliki satu atom C. Bagaimana Menghasilkan Biogas? Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah organik perumahan. Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan sampah anorganik. Sampah atau limbah organik untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah terkumpul di satu tempat. Sampah organik dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan. Proses fermentasi berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material fiberglass dalam waktu tertentu. Biogas yang dihasilkan dialirkan ke tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya. Proses dapat dilakukan terus menerus. Misalnya proses awal berlangsung selama 5 hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali. Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung penampung kedap udara (tanpa Oksigen). Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik, dapat mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui fermentasi. Biogas yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu kemudian dapat disalurkan sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin industri di perusahaan bersangkutan. Selain dapat menekan biaya produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan bensin atau listrik, masalah limbah organik industri jadi teratasi. Hasil samping berupa pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa menghasilkan pundi-pundi uang bagi perusahaan. Investasi untuk membuat penampungan sampah organik, digester fiberglass, inokulum bakteri anaerob, dan pengadaan tabung kedap udara serta pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih rendah daripada benefit yang dihasilkan untuk jangka panjang. Benefit energi terbarukan sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil samping itu tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal. Benefitnya tangible dan intangible. Lengkap. Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau gabungan dari kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan sampah rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari skala rumah tangga. Sampah organik dapat dikumpulkan di titik pengolahan dan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi bagi generator genset jika terjadi padam listrik. Tak perlu lagi solar untuk mesin diesel. Atau, jika ingin komersial, gas hasil dapat dipasok ke pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM yang sedang berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang yang dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti outbond, donasi ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk mengembangkan pengelolaan biogas menjadi lebih besar lagi. Mungkin kedengarannya mimpi. Tapi firasat saya, ini mimpi yang mungkin untuk diwujudkan. Senarai dengan Go Green Mimpi di atas senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, kembali ke alam. Gerakan Go Green untuk menggunakan produk organik, mengurangi sampah dan berhemat energi, sejalan dengan impian bisa mengolah sampah organik menjadi biogas dalam skala yang lebih luas. Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak. Siapa yang bisa menjadi penggerak?..... Kita semua. Anda pernah merasa gondok dan sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji? Pernah kesal dengan dampak naiknya harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga bahan kebutuhan primer dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan? Pernah merasa kuatir dengan warisan terburuk bagi anak cucu yaitu penipisan sumber daya energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka ya kita semua harus bergerak. Mungkin, saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya yang bisa saya lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan menuangkannya. Anda dan yang lainnya, yang lebih muda lebih optimistis atau yang lebih tinggi pendidikannya, atau yang lebih luas pengalamannya di bidang energi, nah...ayo bergerak. Bergerak untuk energi masa depan. Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita tidak mulai dengan apapun. Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang kita tanam sekarang. Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang kita upayakan mulai dari sekarang. Ada Hambatan? Mulai Sekarang Pasti ada. Jangan bilang pemerintah tidak mendukung. Jangan bilang orang-orang sulit digerakkan. Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar ada hambatan, mulailah. Mulai sekarang. Orang-orang pintar di negeri ini sudah terlalu banyak. Tapi orang-orang yang betul-betul peduli mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang pintar. Tak perlu jadi pintar untuk peduli. Satu kepedulian dapat ditularkan. Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah organik dan non organik dan mengajari anak-anaknya. Bagi anda yang menjabat Ketua RT, RW, atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai pendekatan dengan Pemda setempat. Ajak brainstorming soal pegelolaan sampah menjadi biogas. Bagi Anda yang suka mengadakan seminar dan workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke masyarakat awam maupun akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas dalam skala industri. Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang paling sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan. Kotoran ternak difermentasi menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di peternakan, lalu hasil samping pupuk organiknya dapat dijual atau digunakan sendiri, karena para peternak biasanya juga menanam hasil bumi. Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan? Yuk peduli. Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk meratapi dan mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja. Biarpun berpeluang mati api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa berharap ada banyak telapak tangan yang bakal melingkupi nyala api lilin sehingga tetap menyala tak tertiup angin.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Sampah busuk itu ya dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple: menghasilkan energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, menjadikan lingkungan bersih bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk menyuburkan tanah. Daripada setiap tahun mengeluh karena kenaikan harga BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai sekarang biogas digalakkan dalam skala industri. Kenapa tidak? Dengan begitu, sedikit demi sedikit – pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis persediaannya bisa dikurangi. Biogas itu apa? Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan dari sumber daya hayati (biologi). Bukan sembarang sumber hayati, karena biogas ini bisa dihasilkan dari fermentasi sampah dan limbah organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita. Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Teknologi untuk menghasilkannya pun sederhana, melalui proses fermentasi. Ih malas deh, berurusan dengan sampah. Apalagi sampah organik yang berbau busuk itu. Langsung bikin illfeel. Begitu ya?..... Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat kita tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan limbah organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan efek samping sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing mengelolanya. Jadi, apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan menafikan sampah?...... jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik, menjadi peluang bagi bangsa kita untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengapa harus jijik pada sampah?....... Kita mungkin berpendidikan tinggi. Pikiran kita dan perkembangan ilmu serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana mengadopsi alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari Sabang sampai Merauke menjadi sumber energi baru. Itu bagus, bahkan sangat bagus. Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana. Namun, pemikiran yang rumit itu kadang membuat kita lupa bahwa dengan teknologi sederhana, kita sudah bisa mulai bertindak. Menciptakan sumber energi baru alternatif itu bisa dilakukan sekarang. Tanpa menunggu. Tanpa butuh donor asing dan studi banding ke negara maju atau pilot project. Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada. Hanya butuh kemauan berjibaku dengan sampah, jadilah. Ditambah modal kerja dan pengetahuan teknis tentang teknologinya, jalanlah. Teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi biogas itu bernama : Fermentasi. Para biolog telah lama menggunakan reaksi fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan dan minuman. Jika yang difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan adalah vinegar, jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang dihasilkan adalah tape. Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur berkualitas tinggi. Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi? Hasilnya adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan sedikit gas lainnya (H2, N2, O­2, dan H2S). Jika hasil fermentasi buah dan singkong/ketan hitam berbau harum, maka hasil fermentasi sampah organik menyertakan bau tak sedap serupa bau ketika buang angin. Hal itu karena fermentasi sampah organik oleh bakteri anaerob/bakteri pembangkit metan menyisakan gas H2S. Namun, jangan bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. Fermentasi sampah organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan berdasarkan tekanannya. Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap udara (seperti tabung gas elpiji) untuk bahan bakar adalah gas metan. Ini serupa dengan gas elpiji yang kita gunakan dari gas alam. Bedanya, gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C (karbon), sedangkan metan hanya memiliki satu atom C. Bagaimana Menghasilkan Biogas? Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah organik perumahan. Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan sampah anorganik. Sampah atau limbah organik untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah terkumpul di satu tempat. Sampah organik dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan. Proses fermentasi berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material fiberglass dalam waktu tertentu. Biogas yang dihasilkan dialirkan ke tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya. Proses dapat dilakukan terus menerus. Misalnya proses awal berlangsung selama 5 hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali. Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung penampung kedap udara (tanpa Oksigen). Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik, dapat mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui fermentasi. Biogas yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu kemudian dapat disalurkan sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin industri di perusahaan bersangkutan. Selain dapat menekan biaya produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan bensin atau listrik, masalah limbah organik industri jadi teratasi. Hasil samping berupa pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa menghasilkan pundi-pundi uang bagi perusahaan. Investasi untuk membuat penampungan sampah organik, digester fiberglass, inokulum bakteri anaerob, dan pengadaan tabung kedap udara serta pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih rendah daripada benefit yang dihasilkan untuk jangka panjang. Benefit energi terbarukan sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil samping itu tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal. Benefitnya tangible dan intangible. Lengkap. Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau gabungan dari kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan sampah rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari skala rumah tangga. Sampah organik dapat dikumpulkan di titik pengolahan dan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi bagi generator genset jika terjadi padam listrik. Tak perlu lagi solar untuk mesin diesel. Atau, jika ingin komersial, gas hasil dapat dipasok ke pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM yang sedang berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang yang dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti outbond, donasi ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk mengembangkan pengelolaan biogas menjadi lebih besar lagi. Mungkin kedengarannya mimpi. Tapi firasat saya, ini mimpi yang mungkin untuk diwujudkan. Senarai dengan Go Green Mimpi di atas senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, kembali ke alam. Gerakan Go Green untuk menggunakan produk organik, mengurangi sampah dan berhemat energi, sejalan dengan impian bisa mengolah sampah organik menjadi biogas dalam skala yang lebih luas. Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak. Siapa yang bisa menjadi penggerak?..... Kita semua. Anda pernah merasa gondok dan sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji? Pernah kesal dengan dampak naiknya harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga bahan kebutuhan primer dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan? Pernah merasa kuatir dengan warisan terburuk bagi anak cucu yaitu penipisan sumber daya energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka ya kita semua harus bergerak. Mungkin, saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya yang bisa saya lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan menuangkannya. Anda dan yang lainnya, yang lebih muda lebih optimistis atau yang lebih tinggi pendidikannya, atau yang lebih luas pengalamannya di bidang energi, nah...ayo bergerak. Bergerak untuk energi masa depan. Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita tidak mulai dengan apapun. Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang kita tanam sekarang. Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang kita upayakan mulai dari sekarang. Ada Hambatan? Mulai Sekarang Pasti ada. Jangan bilang pemerintah tidak mendukung. Jangan bilang orang-orang sulit digerakkan. Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar ada hambatan, mulailah. Mulai sekarang. Orang-orang pintar di negeri ini sudah terlalu banyak. Tapi orang-orang yang betul-betul peduli mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang pintar. Tak perlu jadi pintar untuk peduli. Satu kepedulian dapat ditularkan. Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah organik dan non organik dan mengajari anak-anaknya. Bagi anda yang menjabat Ketua RT, RW, atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai pendekatan dengan Pemda setempat. Ajak brainstorming soal pegelolaan sampah menjadi biogas. Bagi Anda yang suka mengadakan seminar dan workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke masyarakat awam maupun akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas dalam skala industri. Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang paling sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan. Kotoran ternak difermentasi menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di peternakan, lalu hasil samping pupuk organiknya dapat dijual atau digunakan sendiri, karena para peternak biasanya juga menanam hasil bumi. Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan? Yuk peduli. Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk meratapi dan mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja. Biarpun berpeluang mati api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa berharap ada banyak telapak tangan yang bakal melingkupi nyala api lilin sehingga tetap menyala tak tertiup angin.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570

Comments

Popular posts from this blog

Interview Kerja di Orang Tua Group Jakarta ( Kantor Pusat )

Interview Kerja Di PT. Pura Barutama Kudus

Interview Kerja Di PT. Asia Pulp and Paper ( Sinarmas Group ) Karawang Jawa Barat