Biogas Dari Sampah Organik
 Penulis : Novi Adriani
Sampah busuk
itu ya dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi
terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple: menghasilkan
energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, menjadikan lingkungan bersih
bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk menyuburkan tanah. Daripada setiap
tahun mengeluh karena kenaikan harga BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai
sekarang biogas digalakkan dalam skala industri. Kenapa tidak? Dengan begitu,
sedikit demi sedikit – pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak
bumi yang semakin menipis persediaannya bisa dikurangi. Biogas itu apa?
Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan dari sumber daya hayati
(biologi). Bukan sembarang sumber hayati, karena biogas ini bisa dihasilkan
dari fermentasi sampah dan limbah organik yang menumpuk tak terolah maksimal di
sekeliling kita. Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable
(dapat diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara
berkesinambungan (sustainable). Teknologi untuk menghasilkannya pun sederhana,
melalui proses fermentasi. Ih malas deh, berurusan dengan sampah. Apalagi
sampah organik yang berbau busuk itu. Langsung bikin illfeel. Begitu ya?.....
Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat kita
tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan limbah
organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan efek samping
sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing mengelolanya. Jadi,
apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan menafikan sampah?......
jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik, menjadi peluang bagi bangsa
kita untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, mengapa harus
jijik pada sampah?....... Kita mungkin berpendidikan tinggi. Pikiran kita dan
perkembangan ilmu serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana
mengadopsi alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah
tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari Sabang
sampai Merauke menjadi sumber energi baru. Itu bagus, bahkan sangat bagus.
Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana. Namun, pemikiran yang rumit itu kadang
membuat kita lupa bahwa dengan teknologi sederhana, kita sudah bisa mulai
bertindak. Menciptakan sumber energi baru alternatif itu bisa dilakukan
sekarang. Tanpa menunggu. Tanpa butuh donor asing dan studi banding ke negara
maju atau pilot project. Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada.
Hanya butuh kemauan berjibaku dengan sampah, jadilah. Ditambah modal kerja dan
pengetahuan teknis tentang teknologinya, jalanlah. Teknologi sederhana untuk
mengolah sampah organik menjadi biogas itu bernama : Fermentasi. Para biolog
telah lama menggunakan reaksi fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan
dan minuman. Jika yang difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan
adalah vinegar, jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang
dihasilkan adalah tape. Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur
berkualitas tinggi. Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi? Hasilnya
adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan sedikit gas lainnya
(H2, N2, O2, dan H2S). Jika hasil fermentasi buah dan singkong/ketan hitam
berbau harum, maka hasil fermentasi sampah organik menyertakan bau tak sedap
serupa bau ketika buang angin. Hal itu karena fermentasi sampah organik oleh
bakteri anaerob/bakteri pembangkit metan menyisakan gas H2S. Namun, jangan
bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. Fermentasi sampah
organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan berdasarkan tekanannya.
Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap udara (seperti tabung gas elpiji)
untuk bahan bakar adalah gas metan. Ini serupa dengan gas elpiji yang kita
gunakan dari gas alam. Bedanya, gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C
(karbon), sedangkan metan hanya memiliki satu atom C. Bagaimana Menghasilkan
Biogas? Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya
sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air seperti eceng
gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, feces manusia di
septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah organik perumahan. Hingga
kini, kategori sampah tersebut seringkali dibiarkan, belum dikelola secara
baik, dan bahkan tercampur dengan sampah anorganik. Sampah atau limbah organik
untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah terkumpul di satu tempat. Sampah
organik dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit
metan. Proses fermentasi berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang
dibuat dari material fiberglass dalam waktu tertentu. Biogas yang dihasilkan
dialirkan ke tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya. Proses dapat
dilakukan terus menerus. Misalnya proses awal berlangsung selama 5 hingga 7
hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan berikut inokulum
bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali. Biogas yang dihasilkan dapat
terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung penampung kedap udara (tanpa
Oksigen). Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik,
dapat mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah
organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui fermentasi. Biogas
yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu kemudian dapat disalurkan
sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin industri di perusahaan bersangkutan.
Selain dapat menekan biaya produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan
bensin atau listrik, masalah limbah organik industri jadi teratasi. Hasil
samping berupa pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa
menghasilkan pundi-pundi uang bagi perusahaan. Investasi untuk membuat
penampungan sampah organik, digester fiberglass, inokulum bakteri anaerob, dan
pengadaan tabung kedap udara serta pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih
rendah daripada benefit yang dihasilkan untuk jangka panjang. Benefit energi terbarukan
sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil samping itu
tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal. Benefitnya tangible dan
intangible. Lengkap. Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau
gabungan dari kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan
sampah rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai
menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari skala
rumah tangga. Sampah organik dapat dikumpulkan di titik pengolahan dan diolah
menjadi biogas sebagai sumber energi bagi generator genset jika terjadi padam
listrik. Tak perlu lagi solar untuk mesin diesel. Atau, jika ingin komersial,
gas hasil dapat dipasok ke pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM
yang sedang berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah
dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang yang
dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti outbond, donasi
ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk mengembangkan pengelolaan biogas
menjadi lebih besar lagi. Mungkin kedengarannya mimpi. Tapi firasat saya, ini
mimpi yang mungkin untuk diwujudkan. Senarai dengan Go Green Mimpi di atas
senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, kembali ke alam. Gerakan
Go Green untuk menggunakan produk organik, mengurangi sampah dan berhemat
energi, sejalan dengan impian bisa mengolah sampah organik menjadi biogas dalam
skala yang lebih luas. Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak.
Siapa yang bisa menjadi penggerak?..... Kita semua. Anda pernah merasa gondok
dan sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh
dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji? Pernah kesal dengan dampak naiknya
harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga bahan kebutuhan primer
dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan? Pernah merasa
kuatir dengan warisan terburuk bagi anak cucu yaitu penipisan sumber daya
energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka ya kita semua harus bergerak. Mungkin,
saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya yang bisa saya
lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan menuangkannya. Anda dan yang
lainnya, yang lebih muda lebih optimistis atau yang lebih tinggi pendidikannya,
atau yang lebih luas pengalamannya di bidang energi, nah...ayo bergerak.
Bergerak untuk energi masa depan. Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita
tidak mulai dengan apapun. Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang
kita tanam sekarang. Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang
kita upayakan mulai dari sekarang. Ada Hambatan? Mulai Sekarang Pasti ada.
Jangan bilang pemerintah tidak mendukung. Jangan bilang orang-orang sulit
digerakkan. Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar ada hambatan, mulailah.
Mulai sekarang. Orang-orang pintar di negeri ini sudah terlalu banyak. Tapi
orang-orang yang betul-betul peduli mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang
pintar. Tak perlu jadi pintar untuk peduli. Satu kepedulian dapat ditularkan.
Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah organik dan
non organik dan mengajari anak-anaknya. Bagi anda yang menjabat Ketua RT, RW,
atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai pendekatan dengan Pemda setempat.
Ajak brainstorming soal pegelolaan sampah menjadi biogas. Bagi Anda yang suka
mengadakan seminar dan workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke
masyarakat awam maupun akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas
dalam skala industri. Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini
juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang paling
sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan. Kotoran ternak difermentasi
menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di peternakan, lalu hasil samping
pupuk organiknya dapat dijual atau digunakan sendiri, karena para peternak
biasanya juga menanam hasil bumi. Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan?
Yuk peduli. Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk meratapi dan
mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja. Biarpun berpeluang mati
api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa berharap ada banyak telapak
tangan yang bakal melingkupi nyala api lilin sehingga tetap menyala tak tertiup
angin. 
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Sampah busuk itu ya 
dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi 
terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple:  
menghasilkan energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, 
menjadikan lingkungan bersih bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk
 menyuburkan tanah. Daripada setiap tahun mengeluh karena kenaikan harga
 BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai sekarang biogas digalakkan dalam
 skala industri.  Kenapa tidak? Dengan begitu, sedikit demi sedikit – 
pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak bumi yang 
semakin menipis persediaannya bisa dikurangi.
Biogas itu apa? Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan
 dari sumber daya hayati  (biologi). Bukan sembarang sumber hayati, 
karena biogas ini bisa dihasilkan dari fermentasi sampah dan limbah 
organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita.  
Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat 
diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara 
berkesinambungan (sustainable).  Teknologi untuk menghasilkannya pun 
sederhana, melalui proses fermentasi.  Ih malas deh, berurusan dengan 
sampah. Apalagi sampah organik yang berbau busuk itu.  Langsung bikin 
illfeel. Begitu ya?.....
Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat 
kita tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan
 limbah organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan 
efek samping sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing 
mengelolanya.  Jadi, apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan
 menafikan sampah?...... jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik,
 menjadi peluang bagi bangsa kita untuk mengurangi ketergantungan pada 
bahan bakar fosil, mengapa harus jijik pada sampah?.......
Kita mungkin berpendidikan tinggi.  Pikiran kita dan perkembangan ilmu 
serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana mengadopsi 
alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah 
tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari
 Sabang sampai Merauke menjadi sumber energi baru.  Itu bagus, bahkan 
sangat bagus. Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana.  Namun, 
pemikiran yang rumit itu kadang membuat kita lupa bahwa dengan teknologi
 sederhana, kita sudah bisa mulai bertindak.  Menciptakan sumber energi 
baru alternatif itu bisa dilakukan sekarang.  Tanpa menunggu.  Tanpa 
butuh donor asing dan studi banding ke negara maju atau pilot project.  
Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada.  Hanya butuh kemauan 
berjibaku dengan sampah, jadilah.  Ditambah modal kerja dan pengetahuan 
teknis tentang teknologinya, jalanlah.
Teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi biogas itu 
bernama : Fermentasi.  Para biolog telah lama menggunakan reaksi 
fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan dan minuman.  Jika yang
 difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan adalah vinegar, 
jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang dihasilkan
 adalah tape.  Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur 
berkualitas tinggi.  Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi?  
Hasilnya adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan 
sedikit gas lainnya (H2, N2, O2, dan H2S).  Jika hasil fermentasi buah 
dan singkong/ketan hitam berbau harum, maka hasil fermentasi sampah 
organik menyertakan bau tak sedap serupa bau ketika buang angin.  Hal 
itu karena fermentasi sampah organik oleh bakteri anaerob/bakteri 
pembangkit metan menyisakan gas H2S.
Namun, jangan bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. 
Fermentasi sampah organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan 
berdasarkan tekanannya. Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap
 udara (seperti tabung gas elpiji) untuk bahan bakar adalah gas metan.  
Ini serupa dengan gas elpiji yang kita gunakan dari gas alam.  Bedanya, 
gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C (karbon), sedangkan metan 
hanya memiliki satu atom C.
Bagaimana Menghasilkan Biogas?
Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya 
sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air 
seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, 
feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah 
organik perumahan.  Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali 
dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan 
sampah anorganik.
Sampah atau limbah organik untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah 
terkumpul di satu tempat. Sampah organik dalam jumlah tertentu 
dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan.  Proses fermentasi 
berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material 
fiberglass dalam waktu tertentu.  Biogas yang dihasilkan dialirkan ke 
tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya.  Proses dapat 
dilakukan terus menerus.  Misalnya proses awal berlangsung selama 5 
hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan 
berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali.  
Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung
 penampung kedap udara (tanpa Oksigen).
Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik, dapat 
mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah
 organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui 
fermentasi.  Biogas yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu 
kemudian dapat disalurkan sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin 
industri di perusahaan bersangkutan.  Selain dapat menekan biaya 
produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan bensin atau listrik, 
masalah limbah organik industri  jadi teratasi. Hasil samping berupa 
pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa menghasilkan
 pundi-pundi uang bagi perusahaan.
Investasi untuk membuat penampungan sampah organik, digester fiberglass,
 inokulum bakteri anaerob, dan pengadaan tabung kedap udara serta 
pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih rendah daripada benefit 
yang dihasilkan untuk jangka panjang.  Benefit energi terbarukan 
sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil 
samping itu tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal.  
Benefitnya tangible dan intangible.  Lengkap.
Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau gabungan dari 
kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan sampah
 rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai 
menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari
 skala rumah tangga.  Sampah organik dapat dikumpulkan di titik 
pengolahan dan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi bagi 
generator genset jika terjadi padam listrik.  Tak perlu lagi solar untuk
 mesin diesel.  Atau, jika ingin komersial, gas hasil dapat dipasok ke 
pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM yang sedang 
berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah 
dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang 
yang dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti 
outbond, donasi ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk 
mengembangkan pengelolaan biogas menjadi lebih besar lagi.  Mungkin 
kedengarannya mimpi.  Tapi firasat saya, ini mimpi yang mungkin untuk 
diwujudkan.
Senarai dengan Go Green
Mimpi di atas senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, 
kembali ke alam.  Gerakan Go Green untuk menggunakan produk organik, 
mengurangi sampah dan berhemat energi, sejalan dengan impian bisa 
mengolah sampah organik menjadi biogas dalam skala yang lebih luas.  
Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak.  Siapa yang bisa
 menjadi penggerak?..... Kita semua.  Anda pernah merasa gondok dan 
sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh 
dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji?  Pernah kesal dengan 
dampak naiknya harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga 
bahan kebutuhan primer dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan
 pendapatan?  Pernah merasa kuatir dengan warisan terburuk bagi anak 
cucu yaitu penipisan sumber daya energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka 
ya kita semua harus bergerak.
Mungkin, saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya 
yang bisa saya lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan 
menuangkannya. Anda dan yang lainnya, yang lebih muda lebih optimistis 
atau yang lebih tinggi pendidikannya, atau yang lebih luas pengalamannya
 di bidang energi, nah...ayo bergerak. Bergerak untuk energi masa depan.
  Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita tidak mulai dengan 
apapun.  Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang kita tanam 
sekarang.  Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang 
kita upayakan mulai dari sekarang.
Ada Hambatan? Mulai Sekarang
Pasti ada.  Jangan bilang pemerintah tidak mendukung.  Jangan bilang 
orang-orang sulit digerakkan.  Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar 
ada hambatan, mulailah.  Mulai sekarang.  Orang-orang pintar di negeri 
ini sudah terlalu banyak.  Tapi orang-orang yang betul-betul peduli 
mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang pintar. Tak perlu jadi pintar 
untuk peduli.  Satu kepedulian dapat ditularkan.
Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah 
organik dan non organik dan mengajari anak-anaknya.  Bagi anda yang 
menjabat Ketua RT, RW, atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai 
pendekatan dengan Pemda setempat. Ajak brainstorming soal pegelolaan 
sampah menjadi biogas.  Bagi Anda yang suka mengadakan seminar dan 
workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke masyarakat awam maupun 
akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas dalam skala 
industri.  Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini 
juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang 
paling sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan.  Kotoran 
ternak difermentasi menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di 
peternakan, lalu hasil samping pupuk organiknya dapat dijual atau 
digunakan sendiri, karena para peternak biasanya juga menanam hasil 
bumi.   Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan?
Yuk peduli.  Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk 
meratapi dan mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja.  
Biarpun berpeluang mati api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa
 berharap ada banyak telapak tangan yang bakal melingkupi nyala api 
lilin sehingga tetap menyala tak tertiup angin. 
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Sampah busuk itu ya 
dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi 
terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple:  
menghasilkan energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, 
menjadikan lingkungan bersih bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk
 menyuburkan tanah. Daripada setiap tahun mengeluh karena kenaikan harga
 BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai sekarang biogas digalakkan dalam
 skala industri.  Kenapa tidak? Dengan begitu, sedikit demi sedikit – 
pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak bumi yang 
semakin menipis persediaannya bisa dikurangi.
Biogas itu apa? Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan
 dari sumber daya hayati  (biologi). Bukan sembarang sumber hayati, 
karena biogas ini bisa dihasilkan dari fermentasi sampah dan limbah 
organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita.  
Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat 
diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara 
berkesinambungan (sustainable).  Teknologi untuk menghasilkannya pun 
sederhana, melalui proses fermentasi.  Ih malas deh, berurusan dengan 
sampah. Apalagi sampah organik yang berbau busuk itu.  Langsung bikin 
illfeel. Begitu ya?.....
Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat 
kita tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan
 limbah organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan 
efek samping sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing 
mengelolanya.  Jadi, apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan
 menafikan sampah?...... jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik,
 menjadi peluang bagi bangsa kita untuk mengurangi ketergantungan pada 
bahan bakar fosil, mengapa harus jijik pada sampah?.......
Kita mungkin berpendidikan tinggi.  Pikiran kita dan perkembangan ilmu 
serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana mengadopsi 
alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah 
tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari
 Sabang sampai Merauke menjadi sumber energi baru.  Itu bagus, bahkan 
sangat bagus. Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana.  Namun, 
pemikiran yang rumit itu kadang membuat kita lupa bahwa dengan teknologi
 sederhana, kita sudah bisa mulai bertindak.  Menciptakan sumber energi 
baru alternatif itu bisa dilakukan sekarang.  Tanpa menunggu.  Tanpa 
butuh donor asing dan studi banding ke negara maju atau pilot project.  
Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada.  Hanya butuh kemauan 
berjibaku dengan sampah, jadilah.  Ditambah modal kerja dan pengetahuan 
teknis tentang teknologinya, jalanlah.
Teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi biogas itu 
bernama : Fermentasi.  Para biolog telah lama menggunakan reaksi 
fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan dan minuman.  Jika yang
 difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan adalah vinegar, 
jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang dihasilkan
 adalah tape.  Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur 
berkualitas tinggi.  Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi?  
Hasilnya adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan 
sedikit gas lainnya (H2, N2, O2, dan H2S).  Jika hasil fermentasi buah 
dan singkong/ketan hitam berbau harum, maka hasil fermentasi sampah 
organik menyertakan bau tak sedap serupa bau ketika buang angin.  Hal 
itu karena fermentasi sampah organik oleh bakteri anaerob/bakteri 
pembangkit metan menyisakan gas H2S.
Namun, jangan bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. 
Fermentasi sampah organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan 
berdasarkan tekanannya. Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap
 udara (seperti tabung gas elpiji) untuk bahan bakar adalah gas metan.  
Ini serupa dengan gas elpiji yang kita gunakan dari gas alam.  Bedanya, 
gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C (karbon), sedangkan metan 
hanya memiliki satu atom C.
Bagaimana Menghasilkan Biogas?
Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya 
sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air 
seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, 
feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah 
organik perumahan.  Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali 
dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan 
sampah anorganik.
Sampah atau limbah organik untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah 
terkumpul di satu tempat. Sampah organik dalam jumlah tertentu 
dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan.  Proses fermentasi 
berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material 
fiberglass dalam waktu tertentu.  Biogas yang dihasilkan dialirkan ke 
tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya.  Proses dapat 
dilakukan terus menerus.  Misalnya proses awal berlangsung selama 5 
hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan 
berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali.  
Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung
 penampung kedap udara (tanpa Oksigen).
Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik, dapat 
mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah
 organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui 
fermentasi.  Biogas yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu 
kemudian dapat disalurkan sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin 
industri di perusahaan bersangkutan.  Selain dapat menekan biaya 
produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan bensin atau listrik, 
masalah limbah organik industri  jadi teratasi. Hasil samping berupa 
pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa menghasilkan
 pundi-pundi uang bagi perusahaan.
Investasi untuk membuat penampungan sampah organik, digester fiberglass,
 inokulum bakteri anaerob, dan pengadaan tabung kedap udara serta 
pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih rendah daripada benefit 
yang dihasilkan untuk jangka panjang.  Benefit energi terbarukan 
sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil 
samping itu tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal.  
Benefitnya tangible dan intangible.  Lengkap.
Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau gabungan dari 
kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan sampah
 rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai 
menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari
 skala rumah tangga.  Sampah organik dapat dikumpulkan di titik 
pengolahan dan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi bagi 
generator genset jika terjadi padam listrik.  Tak perlu lagi solar untuk
 mesin diesel.  Atau, jika ingin komersial, gas hasil dapat dipasok ke 
pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM yang sedang 
berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah 
dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang 
yang dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti 
outbond, donasi ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk 
mengembangkan pengelolaan biogas menjadi lebih besar lagi.  Mungkin 
kedengarannya mimpi.  Tapi firasat saya, ini mimpi yang mungkin untuk 
diwujudkan.
Senarai dengan Go Green
Mimpi di atas senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, 
kembali ke alam.  Gerakan Go Green untuk menggunakan produk organik, 
mengurangi sampah dan berhemat energi, sejalan dengan impian bisa 
mengolah sampah organik menjadi biogas dalam skala yang lebih luas.  
Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak.  Siapa yang bisa
 menjadi penggerak?..... Kita semua.  Anda pernah merasa gondok dan 
sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh 
dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji?  Pernah kesal dengan 
dampak naiknya harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga 
bahan kebutuhan primer dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan
 pendapatan?  Pernah merasa kuatir dengan warisan terburuk bagi anak 
cucu yaitu penipisan sumber daya energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka 
ya kita semua harus bergerak.
Mungkin, saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya 
yang bisa saya lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan 
menuangkannya. Anda dan yang lainnya, yang lebih muda lebih optimistis 
atau yang lebih tinggi pendidikannya, atau yang lebih luas pengalamannya
 di bidang energi, nah...ayo bergerak. Bergerak untuk energi masa depan.
  Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita tidak mulai dengan 
apapun.  Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang kita tanam 
sekarang.  Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang 
kita upayakan mulai dari sekarang.
Ada Hambatan? Mulai Sekarang
Pasti ada.  Jangan bilang pemerintah tidak mendukung.  Jangan bilang 
orang-orang sulit digerakkan.  Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar 
ada hambatan, mulailah.  Mulai sekarang.  Orang-orang pintar di negeri 
ini sudah terlalu banyak.  Tapi orang-orang yang betul-betul peduli 
mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang pintar. Tak perlu jadi pintar 
untuk peduli.  Satu kepedulian dapat ditularkan.
Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah 
organik dan non organik dan mengajari anak-anaknya.  Bagi anda yang 
menjabat Ketua RT, RW, atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai 
pendekatan dengan Pemda setempat. Ajak brainstorming soal pegelolaan 
sampah menjadi biogas.  Bagi Anda yang suka mengadakan seminar dan 
workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke masyarakat awam maupun 
akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas dalam skala 
industri.  Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini 
juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang 
paling sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan.  Kotoran 
ternak difermentasi menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di 
peternakan, lalu hasil samping pupuk organiknya dapat dijual atau 
digunakan sendiri, karena para peternak biasanya juga menanam hasil 
bumi.   Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan?
Yuk peduli.  Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk 
meratapi dan mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja.  
Biarpun berpeluang mati api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa
 berharap ada banyak telapak tangan yang bakal melingkupi nyala api 
lilin sehingga tetap menyala tak tertiup angin. 
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Sampah busuk itu ya 
dibuang. Ampas. Limbah. Tapi kalau bisa dijadikan sumber energi 
terbarukan, kenapa tidak dimanfaatkan?.... Manfaatnya pun triple:  
menghasilkan energi hijau yang lebih murah daripada BBM fosil, 
menjadikan lingkungan bersih bebas sampah, dan bonus pupuk organik untuk
 menyuburkan tanah. Daripada setiap tahun mengeluh karena kenaikan harga
 BBM fosil, ya mungkin lebih baik mulai sekarang biogas digalakkan dalam
 skala industri.  Kenapa tidak? Dengan begitu, sedikit demi sedikit – 
pelan pelan, ketergantungan kita pada bahan bakar minyak bumi yang 
semakin menipis persediaannya bisa dikurangi.
Biogas itu apa? Simpelnya, biogas adalah bahan bakar gas yang dihasilkan
 dari sumber daya hayati  (biologi). Bukan sembarang sumber hayati, 
karena biogas ini bisa dihasilkan dari fermentasi sampah dan limbah 
organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita.  
Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat 
diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara 
berkesinambungan (sustainable).  Teknologi untuk menghasilkannya pun 
sederhana, melalui proses fermentasi.  Ih malas deh, berurusan dengan 
sampah. Apalagi sampah organik yang berbau busuk itu.  Langsung bikin 
illfeel. Begitu ya?.....
Jangan dulu malas dan illfeel. Itu salah satu sebab utama yang membuat 
kita tidak open minded. Coba pikir, industri apa yang tidak mengeluarkan
 limbah organik?... Bahkan kehidupan rumah tangga kita pun menghasilkan 
efek samping sampah rumah tangga yang cukup membuat semua pihak pusing 
mengelolanya.  Jadi, apakah kita akan lari dari sampah? Apakah kita akan
 menafikan sampah?...... jika sampah bisa membuat hidup kita lebih baik,
 menjadi peluang bagi bangsa kita untuk mengurangi ketergantungan pada 
bahan bakar fosil, mengapa harus jijik pada sampah?.......
Kita mungkin berpendidikan tinggi.  Pikiran kita dan perkembangan ilmu 
serta teknologi mungkin sudah sampai ke arah bagaimana mengadopsi 
alat-alat berteknologi tinggi dari negara maju untuk bisa mengubah 
tenaga surya, gelombang laut, dan energi pasang surut yang melimpah dari
 Sabang sampai Merauke menjadi sumber energi baru.  Itu bagus, bahkan 
sangat bagus. Cepat atau lambat kita akan menuju ke sana.  Namun, 
pemikiran yang rumit itu kadang membuat kita lupa bahwa dengan teknologi
 sederhana, kita sudah bisa mulai bertindak.  Menciptakan sumber energi 
baru alternatif itu bisa dilakukan sekarang.  Tanpa menunggu.  Tanpa 
butuh donor asing dan studi banding ke negara maju atau pilot project.  
Sampah organik melimpah ruah, dan akan selalu ada.  Hanya butuh kemauan 
berjibaku dengan sampah, jadilah.  Ditambah modal kerja dan pengetahuan 
teknis tentang teknologinya, jalanlah.
Teknologi sederhana untuk mengolah sampah organik menjadi biogas itu 
bernama : Fermentasi.  Para biolog telah lama menggunakan reaksi 
fermentasi ini untuk menghasilkan produk makanan dan minuman.  Jika yang
 difermentasi adalah buah-buahan, maka yang dihasilkan adalah vinegar, 
jika yang difermentasi adalah singkong atau ketan hitam, yang dihasilkan
 adalah tape.  Pernah minum wine?... Itu hasil fermentasi anggur 
berkualitas tinggi.  Bagaimana jika sampah organik yang difermentasi?  
Hasilnya adalah gas metana/metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan 
sedikit gas lainnya (H2, N2, O2, dan H2S).  Jika hasil fermentasi buah 
dan singkong/ketan hitam berbau harum, maka hasil fermentasi sampah 
organik menyertakan bau tak sedap serupa bau ketika buang angin.  Hal 
itu karena fermentasi sampah organik oleh bakteri anaerob/bakteri 
pembangkit metan menyisakan gas H2S.
Namun, jangan bayangkan bahwa biogas yang dihasilkan itu berbau busuk. 
Fermentasi sampah organik menghasilkan gas-gas yang dapat dipisahkan 
berdasarkan tekanannya. Biogas yang terpisahkan dalam tabung hasil kedap
 udara (seperti tabung gas elpiji) untuk bahan bakar adalah gas metan.  
Ini serupa dengan gas elpiji yang kita gunakan dari gas alam.  Bedanya, 
gas elpiji memiliki lebih dari satu atom C (karbon), sedangkan metan 
hanya memiliki satu atom C.
Bagaimana Menghasilkan Biogas?
Sampah organik yang dapat diolah untuk menghasilkan biogas misalnya 
sampah dari pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air 
seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, 
feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah 
organik perumahan.  Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali 
dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan 
sampah anorganik.
Sampah atau limbah organik untuk fermentasi terlebih dahulu harus sudah 
terkumpul di satu tempat. Sampah organik dalam jumlah tertentu 
dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan.  Proses fermentasi 
berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material 
fiberglass dalam waktu tertentu.  Biogas yang dihasilkan dialirkan ke 
tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya.  Proses dapat 
dilakukan terus menerus.  Misalnya proses awal berlangsung selama 5 
hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan 
berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali.  
Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung
 penampung kedap udara (tanpa Oksigen).
Untuk perusahaan yang secara teratur menghasilkan limbah organik, dapat 
mulai membentuk tempat khusus pengolahan limbah yang mengkonversi limbah
 organiknya menjadi biogas dalam tabung-tabung khusus melalui 
fermentasi.  Biogas yang dihasilkan dari olahan limbah organik itu 
kemudian dapat disalurkan sebagai bahan bakar penggerak mesin-mesin 
industri di perusahaan bersangkutan.  Selain dapat menekan biaya 
produksi, karena biogas lebih murah dibandingkan bensin atau listrik, 
masalah limbah organik industri  jadi teratasi. Hasil samping berupa 
pupuk organik dari sampah yang telah difermentasi juga bisa menghasilkan
 pundi-pundi uang bagi perusahaan.
Investasi untuk membuat penampungan sampah organik, digester fiberglass,
 inokulum bakteri anaerob, dan pengadaan tabung kedap udara serta 
pelaksana fermentasi ditaksir nilainya lebih rendah daripada benefit 
yang dihasilkan untuk jangka panjang.  Benefit energi terbarukan 
sekaligus mengatasi masalah sampah dan mendapat tambahan dari hasil 
samping itu tidak dapat dikonversi secara linear dengan modal.  
Benefitnya tangible dan intangible.  Lengkap.
Untuk skala masyarakat, tiap-tiap kompleks perumahan atau gabungan dari 
kompleks perumahan yang berdekatan, bisa mengaktifkan pengelolaan sampah
 rumah tangga untuk diolah menjadi biogas. Masyarakat bisa mulai 
menggiatkan bank sampah, memilah sampah organik dan anorganik mulai dari
 skala rumah tangga.  Sampah organik dapat dikumpulkan di titik 
pengolahan dan diolah menjadi biogas sebagai sumber energi bagi 
generator genset jika terjadi padam listrik.  Tak perlu lagi solar untuk
 mesin diesel.  Atau, jika ingin komersial, gas hasil dapat dipasok ke 
pasar yang terbuka untuk ini. Industri-industri UKM yang sedang 
berkembang mungkin membutuhkan pasokan bahan bakar yang lebih murah 
dibandingkan solar, bensin, gas elpiji, atau bahkan minyak tanah. Uang 
yang dihasilkan bisa digunakan warga untuk kegiatan bersama seperti 
outbond, donasi ke panti asuhan atau panti jompo, bahkan untuk 
mengembangkan pengelolaan biogas menjadi lebih besar lagi.  Mungkin 
kedengarannya mimpi.  Tapi firasat saya, ini mimpi yang mungkin untuk 
diwujudkan.
Senarai dengan Go Green
Mimpi di atas senarai dengan maraknya gerakan untuk back to nature, 
kembali ke alam.  Gerakan Go Green untuk menggunakan produk organik, 
mengurangi sampah dan berhemat energi, sejalan dengan impian bisa 
mengolah sampah organik menjadi biogas dalam skala yang lebih luas.  
Untuk menjadi gerakan yang luas, butuh motor penggerak.  Siapa yang bisa
 menjadi penggerak?..... Kita semua.  Anda pernah merasa gondok dan 
sebal dengan kenaikan harga BBM setiap tahunnya, kan? Pernah mengeluh 
dengan mahalnya harga bahan bakar gas elpiji?  Pernah kesal dengan 
dampak naiknya harga bahan bakar yaitu kenaikan hampir seluruh harga 
bahan kebutuhan primer dan sekunder yang tidak sebanding dengan kenaikan
 pendapatan?  Pernah merasa kuatir dengan warisan terburuk bagi anak 
cucu yaitu penipisan sumber daya energi ? ...... Jika jawabnya ya, maka 
ya kita semua harus bergerak.
Mungkin, saya dapat bergerak hanya dengan menulis karena saat ini ya 
yang bisa saya lakukan baru sebatas ini. Sebatas berpikir dan 
menuangkannya. Anda dan yang lainnya, yang lebih muda lebih optimistis 
atau yang lebih tinggi pendidikannya, atau yang lebih luas pengalamannya
 di bidang energi, nah...ayo bergerak. Bergerak untuk energi masa depan.
  Jangan bicara masa depan kalau sekarang kita tidak mulai dengan 
apapun.  Apa yang kita petik di hari esok adalah apa yang kita tanam 
sekarang.  Apa yang kita wariskan pada anak cucu kita adalah apa yang 
kita upayakan mulai dari sekarang.
Ada Hambatan? Mulai Sekarang
Pasti ada.  Jangan bilang pemerintah tidak mendukung.  Jangan bilang 
orang-orang sulit digerakkan.  Jangan bilang apapun. Ketika kita sadar 
ada hambatan, mulailah.  Mulai sekarang.  Orang-orang pintar di negeri 
ini sudah terlalu banyak.  Tapi orang-orang yang betul-betul peduli 
mungkin jumlahnya tidak sebanyak yang pintar. Tak perlu jadi pintar 
untuk peduli.  Satu kepedulian dapat ditularkan.
Mulai hari ini, ibu-ibu bisa lebih concern untuk memisahkan sampah 
organik dan non organik dan mengajari anak-anaknya.  Bagi anda yang 
menjabat Ketua RT, RW, atau key person Karang Taruna sekalipun, mulai 
pendekatan dengan Pemda setempat. Ajak brainstorming soal pegelolaan 
sampah menjadi biogas.  Bagi Anda yang suka mengadakan seminar dan 
workshop, mulai giatkan perluasan informasi ke masyarakat awam maupun 
akademisi dan praktisi untuk kemungkinan produksi biogas dalam skala 
industri.  Termasuk penguasaan teknis teknologi detilnya. Bagian ini 
juga perlu melibatkan universitas dan para peneliti. Uji coba yang 
paling sederhana dapat dilakukan di peternakan-peternakan.  Kotoran 
ternak difermentasi menghasilkan biogas untuk bahan bakar genset di 
peternakan, lalu hasil samping pupuk organiknya dapat dijual atau 
digunakan sendiri, karena para peternak biasanya juga menanam hasil 
bumi.   Nah, butuh banyak pihak untuk bergerak bukan?
Yuk peduli.  Yuk bergerak. Untuk energi masa depan. Daripada sibuk 
meratapi dan mengomel di kegelapan, baguslah nyalakan lilin saja.  
Biarpun berpeluang mati api lilin karena angin besar, mungkin masih bisa
 berharap ada banyak telapak tangan yang bakal melingkupi nyala api 
lilin sehingga tetap menyala tak tertiup angin. 
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/novi.ardiani/biogas-dari-sampah-organik-sumber-energi-masa-depan-yang-tak-bakal-habis_5528e44e6ea83456238b4570
 
 
 
Comments
Post a Comment